Penampilan dan kreativitas guru menggunakan model pembelajaranlah sebagai kuncinya. Jika penampilan dan kreativitas guru tersebut memadai sehingga tampak segar, bukan hal yang sulit mengajak siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Namun sebaliknya penampilan dan kreativitas guru menggunakan model pembelajaran tidak bisa menarik siswa, kebosanan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pasti akan terjadi. Jika suasana kelas menarik, gurunya bisa membawa anak didik hanyut dalam proses pembelajaran, siswa sangat menyenangi proses tersebut, bertumpu pada rel kurikulum yang ada dan prestasi siswa meningkat maka pembelajaran yang demikian itu disebut efektif. Pembelajaran seperti tersebut hanyalah guru efektif pula yang dapat menciptakan.
Sedangkan guru efektif tidak lain adalah guru profesional. Profesional artinya penampilan seseorang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya clan orang tersebut mempunyai profesi tertentu. Tuntutan bagi guru profesional dimaksud adalah:
1. Menguasai kurikulum dan silabus
2. Menguasai materi pelajaran
3. Menguasai metode mengajar dan teknik evaluasi
4. Mempunyai komitmen yang kuat terhadap tugas
5. Mempunyai disiplin dalam arti luas.
Dalam pelaksanaan pembelajarannya, guru yang profesional tersebut paling tidak melakukan 3 hal sebagai berikut:
1. Menggerakan, membangkitkan dan menggabungkan seluruh kemampuan yang dimiliki siswa
2. Menjadikan apa yang ditransfer menjadi sesuatu yang menantang diri siswa sehingga muncul motivasi bagi siswa untuk mempelajarinya
3. Mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer sehingga menimbulkan keterkaitan dengan pengetahuan yang lain.
Hal-hal tersebut hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang profesional dengan pembelajaran yang efektif. Tampaknya pembelajaran yang efektif sangat idealis karena merupakan kegiatan belajar mengajar yang dituntut membawa hasil sesuai dengan harapan, target kurikulum dan keinginan siswa. Dengan demikian pembelajaran ini menuntut kreativitas dan ide guru yang produktif. Guru tidak konsumtif sehingga keadaan dan kondisi sekolah yang minus sarana pembelajarannya pun bukankah alasan untuk tidak melakukan aktivitas pembelajaran yang efektif.
Untuk menunjang pembelajaran dimaksud diperlukan perencanaan dan pengelolaan sarana yang ada dengan efektif antara lain meliputi:
1. Efektif Waktu
Mampu dan mau menggunakan waktu untuk proses pembelajaran seefektif mungkin seperti yang diamanatkan oleh kalender akademik yang ada. Pembelajaran yang efektif terhadap waktu sehingga tidak membuang jam tatap muka dengan seenaknya. Kalau pun ada penataran misalnya maka guru yang efektif tersebut bersedia mengambil waktu lain untuk menggantinya. Ironis kiranya, jam tatap muka sistem pendiclikan di Indonesia ini merupakan paling kecil dibanding dengan negara-negara lain, masih harus dikurangi.
Suatu saat guru juga perlu bercerita yang menarik dan mendidik buat para siswa-siswinya, namun waktu tetap sebagai pengendali. Artinya ceritanya tidak ngelantur sehingga pelajaran pokoknya tertimbun oleh ceritanya. Ringkasnya guru harus hemat waktu.
2. Efektif Keadaan
Guru terampil menyiasati keadaan sekolah yang mungkin dianggap minus atau terampil menggunakan fasilitas yang ada bagi sekolah yang mampu ataupun tidak mampu. Tidak ada laboratorium IPA misalnya, bukan halangan untuk membawa siswa dalam proses pembelajaran yang hidup. Mengajar pada jam terakhir yang para siswanya telah mengantuk misalnya, guru pun bisa tampil sebagai sosok yang menarik sehingga mampu memotivasi berprestasi atau mampu menularkan virus needs for achievement (meminjam terminologi dari teorinya Mc Cleland).
3. Efektif Biaya
Guru sedapat mungkin mengetahui keadaan ekonomi keluarga murid -muridnya. Dari situlah, guru dituntut lebih kreatif dan berdiri sebagai pelayan yang sebaik-baiknya bagi siswa-siswinya. Memaksa siswa harus membeli buku ini, LKS itu clan berbagai media yang memerlukan biaya tinggi di depan para siswa yang ekonominya lemah adalah tindakan kurang bijaksana, arogan, memaksanakan kehendak, kaku dan tidak mendidik.
Untuk memberi catatan kepada siswa, guru dapat membuat ringkasan materi dari berbagai sumber kemudian siswa memfotokopinya yang jauh lebih murah harganya dibanding buku aslinya. Media pembelajaran pun bisa menggunakan barang-barang bekas yang tidak mem ungut biaya mahal.
4. Efektif Kata
Dalam bertutur kata, guru hendaknya selektif memilih kata. Artinya, memilih kata yang tepat untuk komunikasi dengan siswa. Kalau pun diselingi humor, hendaknya tidak terlalu fulgar, jorok dan kata-katanya tidak banyak menyinggung kelemahan siswa, tidak mengejek serta tidak sombong.
Banyak guru tidak dihormati siswa gara-gara jika bicara selalu sombong dengan keberhasilannya. Tidak sedikit guru didemo siswanya hanya karena humomya menyinggung bahkan melecehkan siswanya.
5. Efektif Kritik
Kritik yang datang dari lapisan masyarakat yang meliputi pengawas, kepala sekolah, teman sejawat, wali murid bahkan muridnya sendiri hendaknya diterima secara obyektif. Kritik dalam batas yang wajar merupakan motivator kemajuan dalam pengembangan suatu pekerjaan profesional. Kritik merupakan tantangan yang harus dihadapi dan disiasati hingga menjadi teman yang sejati. Semakin kita dapat membangun perilaku yang dikritik semakin teruji eksistensinya sebagai pendidik, pengajar dan obor penerang pendidikan di negeri ini.
Jika pembelajaran di persekolahan dapat secara efektif yang diampu guru profesional niscaya akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas seperti harapan bangsa. Namun mengapa keberhasilan pendidikan dalam hal mutu belum, memadai? Kita tengok profesional guru dan keefektifan pembelajarannya. Dua kendala tersebut tidak mudah dikendalikan kalau pernerintah dalam hal ini Depdiknas tidak segera tanggap clan menanggapi kelemahan-kelemahan yang ada pada dunia pendidikan kita ini. (sumber Persatuan Guru Idol Indonesia (PGII)
Sedangkan guru efektif tidak lain adalah guru profesional. Profesional artinya penampilan seseorang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya clan orang tersebut mempunyai profesi tertentu. Tuntutan bagi guru profesional dimaksud adalah:
1. Menguasai kurikulum dan silabus
2. Menguasai materi pelajaran
3. Menguasai metode mengajar dan teknik evaluasi
4. Mempunyai komitmen yang kuat terhadap tugas
5. Mempunyai disiplin dalam arti luas.
Dalam pelaksanaan pembelajarannya, guru yang profesional tersebut paling tidak melakukan 3 hal sebagai berikut:
1. Menggerakan, membangkitkan dan menggabungkan seluruh kemampuan yang dimiliki siswa
2. Menjadikan apa yang ditransfer menjadi sesuatu yang menantang diri siswa sehingga muncul motivasi bagi siswa untuk mempelajarinya
3. Mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer sehingga menimbulkan keterkaitan dengan pengetahuan yang lain.
Hal-hal tersebut hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang profesional dengan pembelajaran yang efektif. Tampaknya pembelajaran yang efektif sangat idealis karena merupakan kegiatan belajar mengajar yang dituntut membawa hasil sesuai dengan harapan, target kurikulum dan keinginan siswa. Dengan demikian pembelajaran ini menuntut kreativitas dan ide guru yang produktif. Guru tidak konsumtif sehingga keadaan dan kondisi sekolah yang minus sarana pembelajarannya pun bukankah alasan untuk tidak melakukan aktivitas pembelajaran yang efektif.
Untuk menunjang pembelajaran dimaksud diperlukan perencanaan dan pengelolaan sarana yang ada dengan efektif antara lain meliputi:
1. Efektif Waktu
Mampu dan mau menggunakan waktu untuk proses pembelajaran seefektif mungkin seperti yang diamanatkan oleh kalender akademik yang ada. Pembelajaran yang efektif terhadap waktu sehingga tidak membuang jam tatap muka dengan seenaknya. Kalau pun ada penataran misalnya maka guru yang efektif tersebut bersedia mengambil waktu lain untuk menggantinya. Ironis kiranya, jam tatap muka sistem pendiclikan di Indonesia ini merupakan paling kecil dibanding dengan negara-negara lain, masih harus dikurangi.
Suatu saat guru juga perlu bercerita yang menarik dan mendidik buat para siswa-siswinya, namun waktu tetap sebagai pengendali. Artinya ceritanya tidak ngelantur sehingga pelajaran pokoknya tertimbun oleh ceritanya. Ringkasnya guru harus hemat waktu.
2. Efektif Keadaan
Guru terampil menyiasati keadaan sekolah yang mungkin dianggap minus atau terampil menggunakan fasilitas yang ada bagi sekolah yang mampu ataupun tidak mampu. Tidak ada laboratorium IPA misalnya, bukan halangan untuk membawa siswa dalam proses pembelajaran yang hidup. Mengajar pada jam terakhir yang para siswanya telah mengantuk misalnya, guru pun bisa tampil sebagai sosok yang menarik sehingga mampu memotivasi berprestasi atau mampu menularkan virus needs for achievement (meminjam terminologi dari teorinya Mc Cleland).
3. Efektif Biaya
Guru sedapat mungkin mengetahui keadaan ekonomi keluarga murid -muridnya. Dari situlah, guru dituntut lebih kreatif dan berdiri sebagai pelayan yang sebaik-baiknya bagi siswa-siswinya. Memaksa siswa harus membeli buku ini, LKS itu clan berbagai media yang memerlukan biaya tinggi di depan para siswa yang ekonominya lemah adalah tindakan kurang bijaksana, arogan, memaksanakan kehendak, kaku dan tidak mendidik.
Untuk memberi catatan kepada siswa, guru dapat membuat ringkasan materi dari berbagai sumber kemudian siswa memfotokopinya yang jauh lebih murah harganya dibanding buku aslinya. Media pembelajaran pun bisa menggunakan barang-barang bekas yang tidak mem ungut biaya mahal.
4. Efektif Kata
Dalam bertutur kata, guru hendaknya selektif memilih kata. Artinya, memilih kata yang tepat untuk komunikasi dengan siswa. Kalau pun diselingi humor, hendaknya tidak terlalu fulgar, jorok dan kata-katanya tidak banyak menyinggung kelemahan siswa, tidak mengejek serta tidak sombong.
Banyak guru tidak dihormati siswa gara-gara jika bicara selalu sombong dengan keberhasilannya. Tidak sedikit guru didemo siswanya hanya karena humomya menyinggung bahkan melecehkan siswanya.
5. Efektif Kritik
Kritik yang datang dari lapisan masyarakat yang meliputi pengawas, kepala sekolah, teman sejawat, wali murid bahkan muridnya sendiri hendaknya diterima secara obyektif. Kritik dalam batas yang wajar merupakan motivator kemajuan dalam pengembangan suatu pekerjaan profesional. Kritik merupakan tantangan yang harus dihadapi dan disiasati hingga menjadi teman yang sejati. Semakin kita dapat membangun perilaku yang dikritik semakin teruji eksistensinya sebagai pendidik, pengajar dan obor penerang pendidikan di negeri ini.
Jika pembelajaran di persekolahan dapat secara efektif yang diampu guru profesional niscaya akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas seperti harapan bangsa. Namun mengapa keberhasilan pendidikan dalam hal mutu belum, memadai? Kita tengok profesional guru dan keefektifan pembelajarannya. Dua kendala tersebut tidak mudah dikendalikan kalau pernerintah dalam hal ini Depdiknas tidak segera tanggap clan menanggapi kelemahan-kelemahan yang ada pada dunia pendidikan kita ini. (sumber Persatuan Guru Idol Indonesia (PGII)